Langsung ke konten utama

Untuk Apa Berbeda


Untuk apa berbeda warna
Berbeda visi, misi dan garis perjuangan politik
Berbeda menakar plata form parpol
Yang merindukan badut-badut penguasa
Kami, rakyat butuh makan, damai dan senyum
Bukan sebatas kata makan
Kami, rakyat tidak butuh janji untuk makan, damai, senyum
Kami, rakyat butuh bukti makanan, rasa damai
dan tebaran senyum di setiap rongga-rongga kulit bumi

Untuk Apa Terus Berbeda;
jika masih ada air mata kaum lata membasahi bumi
jika masih terbersit seberkas darah politik di jalanan
jika tuan-tuan politik saling menabrakan angkuh keangkeran
jika rakyat jelata masih mengungsi ke bilik-bilik kesunyian
jika massa tuan-tuan masih saling mengancam
jika kami rakyat masih menebar senyum palsu
jika bicara lantang dengan pengeras suara di pundak
jika alat tajam masih tetap berbicara
jika lentera politik membentur batu dan bersarang di pucuk cakrawala
Jika masih ada keping debu traumatis menyayat kalbu anak negeri

Untuk apa berbeda?
Kucari perbedaan di awang-awang
Katanya burung masih beterbangan
Kupikul warna-warni bendera politik
Katanya pasir masih berdesir
Kusuluh kain-kain politik bagaikan lentera
Katanya angin, masih riak-riak berhembus
Kujajaki aneka bunga melingkar di kaki-kaki gambar
Katanya politik, anti perbedaan
Berbeda untuk bersatu
Bersatu untuk membangun
Membangun penuh perbedaan
Membangun negeri Indonesia
Membangun rakyat
Membangun harkat dan martabat massa politik yang adi luhur
Membangun Hak-hak azasi setiap anak negeri
Menyambung kemaslahatan dari kenistaan politik buram
Hai, para tuan-tuan politik
Katakan secara jujur
Bahwa tuan-tuan bisa menjadi obor pembawa damai
kala ada rintihan rakyat akibat berbeda warna
Wartakan kepada batu, kayu dan senjata tajam
Kami memang berbeda
Kami berbeda untuk membangun sebuah tonggak politik
Menyongsong era baru pembangunan lima tahun
yang memancarkan sinar-sinar persatuan
Jika tidak,
Kenapa kita mau berbeda?
Sedangkan perjalanan masih terus panjang
Tidakkah masih ada pembaharu yang bersahaja?
Hai, tuan-tuan politik
Singkirkan segera kekerasan politik
Yang menyisakan kasih traumatis
pada nurani kaum jelata dan lata
yang mengidamkan perut kenyang untuk hari ini
merindu rasa damai mulai detik ini
Sekarang, tebarkan senyum asri bersama dokar-dokar politik.
Sekarang. Jangan besok
Jangan lusa dan apalagi tula

Untuk Apa Berbeda?
Jika hanya menyisakan nokta sengsara pada dinding bumi
Untuk apa berbeda?
Jika hanya menegasikan sebuah kedaulatan berpolitik rakyat?
Untuk apa berbeda?
Jika batu, kayu dan sajam masih mengisi khasanah jalanan?
Untuk apa masih memerah lalapan api,
bekas batu kayu meronta di sela kehidupan?

Untuk apa berbeda
Jika embun-embun penyegar hati sulit menggairahkan hati?
Untuk apa berbeda
jika tetap terbuka rongga-rongga keserakahan?
Sekat-sekat korupsi menyejara?
Untuk apa?
Untuk sebuah kekuasaan di telikungan sejarah?
Katakan tidak, tidak dan tidak,......
Berbeda demi dan untuk menegakan hak-hak azasi rakyat
Berbeda untuk membangun
Berbeda untuk menata potret buram kerakyatan Indonesia
Berbeda untuk merekam aspirasi kaum pinggiran
Berbeda untuk memperjuangkan hidup rakyat
Berbeda untuk meneruskan cita-cita the Founding Father
Tak ada waktu untuk terus semaikan perbedaan
Sudah cukup tua, rakyat menampung derita-derita perbedaan
Cukup. Cukup.
Cukup sudah menabur benih-benih perbedaan
Rakyat muak dan malu mengungsi akibat politik
Rakyat capek meneteskan air mata politik di jalanan
Rakyat benci kepada para bandit-bandit politik
Rakyat diam, bila mendengar suara politikus yang menggelegar di panggung

Rakyat nasibmu tetap di telaga politik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermin Cinta Yang Retak

Bendel keakuan terpahat kambuh Empul keegoan tertancap menembus cinta Sketsa bumi tersembunyi dalam tanya Kepingan cintapun seketika retak Hanyut dalam larutan air mata dan sesal Awan gemawan mengaca tajam Meneropong hati yang serba bisu Comelan bisupun mengadu Dalam batin awak semesta yang berlaraz lirik Saat dendam mendendang maaf Tercebur dalam pengapan cinta nan asam Mengais naluri yang merindu cinta Akan patahan hidup penuh riak Rayuan pun kian meredup Tersembunyi meradang akan cinta Seakan cinta terakit pada dinding asmara Lalu, Silentium Magnum menebar senyum Melele dalam rongga yang tidak bertepi Pun membeku di atap bilur-bilur nista Kala cermin cinta bertepuk retak Suasana bising sontak berlagu Memagnet cemburu Dalam bilik-bilik hati yang menyimpuh Menoreh pose bumi penuh tatap Semua berlabuh di tepian batin…. Pantai Sanur, Bali 9 Februari 2006

Sinar Cinta Kematian

Pada telaga keterlelapan Selaksa cahaya menyorot punggung Aku coba sembunyi dan merayap Bayangan malam menyelinap pada badan jalan setapak Kucoba malu melangkah seribu Aku terasa penuh pilu dan bilur Aku cape dikejar-kejar sinar Dalam pelukan punggung bumi yang retak Semua hanya berarak di tepi-tepi jalan setapak Aku lalu sadar terlambat Sorotan sinar nan tajam adalah kehadiran-mu, Mama Aku lalu sadar dan tahu, Mama Engkau begitu menyayangiku Dengan susu buah dada-mu dulu Aku bangga Mama-ku Susu-mu yang kurus adalah Tempat bersarang mulutku dulu Aku tahu mama-ku Dalam susu buah dada-mu, Ada kasih dan sayang Ada roh kehidupan dalam bayang-bayang terang Sinar-mu yang datang adalah Tempat bersarang kasih dan sayang dulu Sinar-mu itu, tanda pamit mama kepada-ku Bahwa aku pergi, nak… Hanya aku tak menepis, Mama tega menyapa aku pergi pada larut malam, Rabu 2 Juni 2004 Mama, aku lantas sadar Aku tak mungkin bisa lari Tidak pernah rencana melari Aku masih waras soal beb