Untuk apa berbeda warna Berbeda visi, misi dan garis perjuangan politik Berbeda menakar plata form parpol Yang merindukan badut-badut penguasa Kami, rakyat butuh makan, damai dan senyum Bukan sebatas kata makan Kami, rakyat tidak butuh janji untuk makan, damai, senyum Kami, rakyat butuh bukti makanan, rasa damai dan tebaran senyum di setiap rongga-rongga kulit bumi Untuk Apa Terus Berbeda; jika masih ada air mata kaum lata membasahi bumi jika masih terbersit seberkas darah politik di jalanan jika tuan-tuan politik saling menabrakan angkuh keangkeran jika rakyat jelata masih mengungsi ke bilik-bilik kesunyian jika massa tuan-tuan masih saling mengancam jika kami rakyat masih menebar senyum palsu jika bicara lantang dengan pengeras suara di pundak jika alat tajam masih tetap berbicara jika lentera politik membentur batu dan bersarang di pucuk cakrawala Jika masih ada keping debu traumatis menyayat kalbu anak negeri Untuk apa berbeda? Kucari perbedaan di awang-awang Katanya buru
Bendel keakuan terpahat kambuh Empul keegoan tertancap menembus cinta Sketsa bumi tersembunyi dalam tanya Kepingan cintapun seketika retak Hanyut dalam larutan air mata dan sesal Awan gemawan mengaca tajam Meneropong hati yang serba bisu Comelan bisupun mengadu Dalam batin awak semesta yang berlaraz lirik Saat dendam mendendang maaf Tercebur dalam pengapan cinta nan asam Mengais naluri yang merindu cinta Akan patahan hidup penuh riak Rayuan pun kian meredup Tersembunyi meradang akan cinta Seakan cinta terakit pada dinding asmara Lalu, Silentium Magnum menebar senyum Melele dalam rongga yang tidak bertepi Pun membeku di atap bilur-bilur nista Kala cermin cinta bertepuk retak Suasana bising sontak berlagu Memagnet cemburu Dalam bilik-bilik hati yang menyimpuh Menoreh pose bumi penuh tatap Semua berlabuh di tepian batin…. Pantai Sanur, Bali 9 Februari 2006