Langsung ke konten utama

Aku Pergi

Pergi menuju,
Pergi berjuang
bukan untuk berbelaskasih
pun tidak untuk dikasihani
tapi tetap menabur cinta tuk menuai belaskasih

Aku pergi, ya pergi ke seberang
Di sana, wajah semesta menanti
tuk bersama berjuang,
meniti karier
mengukir prestasi
Aku pergi tanpa berdalih
berdalih untuk atau demi
hanya satu tekad ‘Aku pergi’
Merambas pasar metropolitan Jakarta
Membuktikan prinsip ‘Aku Menang’

Diam, membidik kalbu
Relung-relung hati berkata ‘menang dan sukses’
Ya, Aku Pergi bersandar jiwa menggempur kegelapan,
Mencari peta-peta cela di keriuhan metropolitan
Pergi mencari terang,
Terang kemenangan,
Terang kesuksesan,
Terang prestasi sebagai dasar cita

Aku Harus pergi,
Pergi merambah kegelapan,
Yang mengusik awak-awak semesta, tapi …
Kegelapan yang bukan hampa
yang tak bergulita
yang bukan tiada terang
yang bukan tiada ada
yang berisi selaksa peluang, segudang potensi
Aku Pergi,
Menapaki tangga-tangga di medan potensi
Menabur benih padu dan prestasi
Menuai impian cita dari Dewata di Timur

Aku Pergi Tuk Mengalami
Bukan untuk berteduh dalam debu bumi
Bukan untuk memboros keringat
Bukan melabrak kerikil tajam
Bukan membasmi debu di alas kaki
Tapi…….
Bertarung membongkar duri
Menjelajah cela tercecer
Menembus batas-batas kayal
Meraih sukses, menggapai harapan

Denpasar,  Sabtu, 05-04-003

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermin Cinta Yang Retak

Bendel keakuan terpahat kambuh Empul keegoan tertancap menembus cinta Sketsa bumi tersembunyi dalam tanya Kepingan cintapun seketika retak Hanyut dalam larutan air mata dan sesal Awan gemawan mengaca tajam Meneropong hati yang serba bisu Comelan bisupun mengadu Dalam batin awak semesta yang berlaraz lirik Saat dendam mendendang maaf Tercebur dalam pengapan cinta nan asam Mengais naluri yang merindu cinta Akan patahan hidup penuh riak Rayuan pun kian meredup Tersembunyi meradang akan cinta Seakan cinta terakit pada dinding asmara Lalu, Silentium Magnum menebar senyum Melele dalam rongga yang tidak bertepi Pun membeku di atap bilur-bilur nista Kala cermin cinta bertepuk retak Suasana bising sontak berlagu Memagnet cemburu Dalam bilik-bilik hati yang menyimpuh Menoreh pose bumi penuh tatap Semua berlabuh di tepian batin…. Pantai Sanur, Bali 9 Februari 2006

Sinar Cinta Kematian

Pada telaga keterlelapan Selaksa cahaya menyorot punggung Aku coba sembunyi dan merayap Bayangan malam menyelinap pada badan jalan setapak Kucoba malu melangkah seribu Aku terasa penuh pilu dan bilur Aku cape dikejar-kejar sinar Dalam pelukan punggung bumi yang retak Semua hanya berarak di tepi-tepi jalan setapak Aku lalu sadar terlambat Sorotan sinar nan tajam adalah kehadiran-mu, Mama Aku lalu sadar dan tahu, Mama Engkau begitu menyayangiku Dengan susu buah dada-mu dulu Aku bangga Mama-ku Susu-mu yang kurus adalah Tempat bersarang mulutku dulu Aku tahu mama-ku Dalam susu buah dada-mu, Ada kasih dan sayang Ada roh kehidupan dalam bayang-bayang terang Sinar-mu yang datang adalah Tempat bersarang kasih dan sayang dulu Sinar-mu itu, tanda pamit mama kepada-ku Bahwa aku pergi, nak… Hanya aku tak menepis, Mama tega menyapa aku pergi pada larut malam, Rabu 2 Juni 2004 Mama, aku lantas sadar Aku tak mungkin bisa lari Tidak pernah rencana melari Aku masih waras soal beb

Untuk Apa Berbeda

Untuk apa berbeda warna Berbeda visi, misi dan garis perjuangan politik Berbeda menakar plata form parpol Yang merindukan badut-badut penguasa Kami, rakyat butuh makan, damai dan senyum Bukan sebatas kata makan Kami, rakyat tidak butuh janji untuk makan, damai, senyum Kami, rakyat butuh bukti makanan, rasa damai dan tebaran senyum di setiap rongga-rongga kulit bumi Untuk Apa Terus Berbeda; jika masih ada air mata kaum lata membasahi bumi jika masih terbersit seberkas darah politik di jalanan jika tuan-tuan politik saling menabrakan angkuh keangkeran jika rakyat jelata masih mengungsi ke bilik-bilik kesunyian jika massa tuan-tuan masih saling mengancam jika kami rakyat masih menebar senyum palsu jika bicara lantang dengan pengeras suara di pundak jika alat tajam masih tetap berbicara jika lentera politik membentur batu dan bersarang di pucuk cakrawala Jika masih ada keping debu traumatis menyayat kalbu anak negeri Untuk apa berbeda? Kucari perbedaan di awang-awang Katanya buru